Malam yang tak kunjung menampakkan pesonanya, kemilau bintang berkesan tak mengimpikan malam yang indah. Dua jam sudah Rani menunggu kedatangan Dimas, tapi Dimas tak kunjung datang menyapa dirinya. Rasa cemas menghinggapi diri Rani. Handphone yang diutunggu-tunggunya bordering, tak jua memperdengarkan lantunan deringnya. Terdengar suara Ibu Rani dari balik pintu, “Ran, masuk, mungkin Dimas sibuk, jadi tidak bisa mengantarmu!”. “Saya ingin menunggunya bu!”. Balas Rani kepada sang Ibu.
Jam tangan pemberian Dimas yang Ia kenakan menunjukkan pukul delapan lewat tiga puluh menit. Sesekali matanya mencari-cari sosok Dimas yang tak kunjung datang menghampirinya. “ Aku yakin Dia kan datang, Dia kan sudah janji!” pekiknya dalam hati.
Waktu demi waktu bergulir dan berlalu, pukul delapan lewat lima puluh menit Dimas pun datang dengan motor merah kesayangannya. Rasa cemas yang sempat membelenggu hatinya, kini telah sirna, bagai mentari yang mulai meninggalkan siang dan berganti bulan yang bersiap tuk menjemput malam. Rani dan Dimas pun bergegas menuju arah pantai, tempat digelarnya pentas musik tahunan. Meskipun cuaca malam itu seakan tak berpihak pada mereka.
Entah mengapa sepanjang perjalanan Dimas selalu mengucap kata sayang kepada Rani. Tak biasanya Dimas seromantis itu kepada Rani. Rasa bahagia kini menyertai perjalanan mereka. Sesampainya di pantai mereka pun menikmati alunan music bernuansa pop yang dilantunkan oleh band band local. Kebahagian yang terpancar dari wajah Dimas, membuat Rani turut merasakan kebahagiaan yang dirasakannya. Jam menunjukkan pukul sembilan lewat empat puluh lima menit, mereka pun memutuskan tuk kembali ke rumah.Di tengah perjalanan Dimas menggenggam jemari tangan Rani, seakan tak ingin dipisahkan darinya.“ Dimas, kenapa ?”, tanya Rani penasaran. Tampaknya Dimas tak merespon. Rasa cemas kembali menghantui jiwanya, Dimas kembali megejutkan Rani, Ia menyebut nama Rani tiga kali, keheningan malam membuat suasana semakin mencekam dan mencekik. Dimas berbalik ke arah Rani dan berkata “kusayangki’ ade”. Rani tak mampu berucap, hanya menatap kosong tiada arti ke arah Dimas. Tak terasa tetesan bening membelai lembut pipinya ketika mendengar ucapan yang terlontar dari bibir Dimas.Berselang beberapa waktu tiba-tiba motor yang mereka kendarai tak bisa tuk dikendalikan, dan menabrak trotoar…….Bruuuuuuk..! Rani terlempar sejauh dua meter dari tempat kejadian, sakit yang ia rasakan tak begitu dihiarukan, matanya hanya tertuju kepada sosok kekasihya yang tergeletak tak berdaya di sudut trotoar. Tanpa pikir panjang ia pun berlari menuju arah Dimas, betapa kalut perasaannya saat itu ketika melihat kekasihnya terbaring tak berdaya, kaki yang tertimpa motor, kepala yang tak henti-hentinya mengeluarkan cairan merah pekat. “Dimas, jangan tinggalkan Aku, ayo bangun !, teriaknya kepada sang kekasih yang tidak lagi sadarkan diri. Diam tanpa kata, dengan wajah yang pucat pasih, hanya terkulai lemas dipangkuannya. Sungguh peristiwa yang sangat mengiris hati.
“Tolong…tolong….tolong..,! Ya Tuhan kenapa tak ada satu orang pun yang menolong kami?”, teriaknya dengan penuh pengharapan. Waktu terus bergulir, sepeluh menit berlalu, akhirnya Tuhan mengirimkan pertolongan kepada mereka. Mereka pun dilarikan ke rumah sakit terdekat yang ada di kota Barru. Sesampainya di rumah sakit, tiba-tiba Tante Hani (Ibu Dimas) datang, tampaknya dia mengurus surat rujukan, dia terlihat tergesa-gesa, nafasnya tersengal-sengal, tampak seperti orang kebingungan. Malam itu juga Dimas di larikan ke Rumah Sakit Wahidin, salah satu rumah sakit yang ada di Kota Daeng.
Hari itu, hari ketiga Rani dirawat di Rumah Sakit Barru, dokter pun memperbolehkannya tuk pulang. Dia sangat bahagia, karena hari itu Ia akan ke Rumah Sakit Wahidin, tempat kekasihnya dirawat. Tampaknya Dia sudah tak sabar ingin segera berjumpa dengan Dimas yang telah terpaut jauh di hatinya. Tepat pukul delapan lewat empat puluh menit, Dia pun meninggalkan kota Barru menuju Kota Daeng, dengan menumpangi mobil Omnya. Jarak yang memisahkan antara Kota Barru dan Makassar yang lumayan jauh tak membuat Rani patah semangat. Demi bertemu pujaan hati, jarak sejauh apapun tersa dekat baginya.
Tepat pukul sepuluh lewat lima puluh menit, Ia menginjakkan kakidi RS Wahidin. Rasa gemetar, takut, sedih, bahagia, deg-degan bercampur jadi satu. Berbekal tekad dan informasi teman, dia pun memberabikan diri melanjutkan langkahnya. Tak lama kemudian Dia berjumpa dengan Chyta adik Dimas, Dia pun diantar ke ruang ICCU tempat Dimas dirawat. Ketika Dia telah berdiri di depan Ruang ICCU, sontak Ia merasa dingan dan lemas. “Bismillah”, Ia hendak membuka pintu, tiba-tiba Tante Hani datang menghampirinya dan mendaratkan sebuah tamparan di pipi kanannya,,,Paaaakkk..!,sontak Rani kaget dan sedikit menaruh kekesalan kepada Tante Hani. Tante Hani memaki-makinya tanpa henti di depan banyak orang. Segala caci maki terlontar dari bibirnya, dan terus menyalahkan dirinya, semua mata tertuju padanya. Hanya rasa malu dan bersalah yang kini menemani hatinya yang sedang galau menunggu kesembuhan Dimas.
Tante Hani tak mengizinkannya tuk masuk menjenguk Dimas. Rani pun memaksa, tapi usaha yang ia lakukan hanyalah sia-sia. Tetesan bening tak hentin-hentinya mengalir membasahi pipinya, Ia hanya bisa melihat kekasihnya terbaring tak berdaya, dengan bantuan pernapasan dari luar ruangan. Batinnya menangis dan menjerit.
“ Ya Allah, ampuni Aku yang selama ini memeningkan keegoisanku, Aku tak pernah memikirkan Dimas, yang Aku pikirkan hanyalah kesenanganku bersamanya, meski Ia tak bisa menemaniku, tapi kuterus memaksanya, andai malam itu Aku tak memaksanya menemaniku ke acara itu, pasti kejadiaannya tak akan seperti ini.” Ucapnya dengan deraian air mata. Tampaknya Rani tak sanggup lagi melihat kekasihnya yang terus bergelut dengan maut.
Dengan langkah yang tertatih-tatih Dia menjauh dari ruang ICCU, dan tante Hani menghampirinya, dan melarangnya tuk berhubungan lagi dengan Dimas, seketika Tante hani pinsan tepat di hadapannya. Rani sangat menyesal dengan apa yang terjadi pada Dimas dan dirinya. Dengan rasa bersalah dan sakit yang merobek dan menyayat jiwa, Ia pun meninggalkan RS Wahidin. Kebersamaannya dengan Dimas berakhir pada 10 p.m, hubungan mereka pun berakhir sampai di sini.
0 Response to ""Tragedi 10 p.m""
Post a Comment