Red tide merupakan fenomena alam di laut yang disebabkan oleh keberadaan fitoplankton/algae yang berlebih. Tetapi istilah ini sering membuat kita keliru karena tidak selalu ledakan populasi fitoplankton itu berwarna merah (red), bisa juga kuning, hijau, kecokelat-cokelatan, bergantung pigmen yang terkandung dalam fitoplankton penyebabnya. Dan juga tidak semua jenis fitoplankton itu dapat menyebabkan kematian. Disamping itu, ledakan populasi ini tidak berkaitan dengan tide alias pasang surut. Sehingga, di dunia Internasional red tide popular dengan istilah HAB (Harmful Algal Bloom). Namun, dalam artikel ini saya mengangkat judul red tide, karena pada umumnya yang sering terjadi di lingkungan perairan kita khususnya lingkungan laut ialah ledakan populasi fitoplankton yang mengandung pigmen merah sehingga menyebabkan warna laut berubah menjadi merah, dan sering juga disebut dengan red tide. Jenis fitoplankton yang menyebabkan terjadinya fenomena ini diantaranya, Ptychodiscus brevis, Prorocentrum, Gymnodinium breve, Alexandrium catenella dan Noctiluca Scintillans dari kelompok Dinoflagellata (Pyrrophyta)
Proses terjadinya red tide ini diawali dengan percambahan (germination) dari kista yang berada di dasar laut. Hal ini memungkinkan jika nutrisi atau zat hara disekitar perairan melimpah dan sinar matahari cukup menghangatkan perairan. Akibatnya kista akan pecah dan sel-sel algae di dalamnya akan keluar menyebar. Sinar matahari akan mempercepat proses pembelahan sel menjadi sejuta kali dalam waktu dua sampai tiga minggu. Jika algae ini memiliki pigmen warna merah maka limpahan algae yang mengambang di permukaan laut ini akan mewarnai perairan menjadi merah. Peristiwa inilah yang dinamakan red tide. Red tide biasanya terjadi pada perairan dangkal atau muara, dimana akibat adanya banjir di muara sungai menyebabkan arus dasar laut mengaduk dasar perairan yang mengakibatkan kista-kista algae yang berada di dalam sedimen lumpur ini teraduk dan terangkat ke permukaan dasar laut.
Dari beberapa sumber yang dikumpulkan, penyebab terjadinya red tide ini bermacam-macam, kemungkinan besar penyebab perbedaan ini berdasarkan faktor lokasinya. Semakin dekat dengan rumah penduduk ataupun industri-industri yang bisa menghasilkan limbah, maka terjadinya red tide sangat berpeluang besar. Maka, secara umum dapat disimpulkan bahwa penyebab terjadinya red tide ini adalah adanya pencemaran limbah. Bukan hanya limbah industri tetapi juga limbah rumah tangga dan budidaya pertanian di daerah aliran sungai yang masuk ke laut termasuk di dalamnya. Pencemaran yang sering terjadi di lingkungan laut ini adalah eutrofikasi atau meningkatnya jumlah nutrisi yang disebabkan oleh polutan. Nutrisi berlebihan tersebut disebabkan karena pencemaran limbah yang dimaksudkan diatas.
Pencemaran ini biasanya ditandai dengan meningkatnya pertumbuhan fitoplankton/algae yang berlebihan dan cenderung cepat membusuk. Efeknya adalah penurunan kadar oksigen serta meningkatnya kadar toksin yang menyebabkan matinya biota laut, penurunan kualitas air, serta tentunya menganggu kestabilan populasi organisme laut. Akibat lautan tertutup dengan algae pada saat berlimpah, maka matahari sulit untuk menembus ke dasar laut dan pada akhirnya menyebabkan berkurangnya kadar oksigen dalam laut. Selain itu, sebagian algae juga mengandung toksin atau racun yang dapat menyebabkan matinya ikan dan mengancam kesehatan manusia bahkan menyebabkan kematian apabila mengkonsumsi ikan yang mati tersebut. Tanpa adanya limbah, sebagai fenomena alam sesungguhnya meningkatnya pertumbuhan algae ini sangat jarang terjadi. Fitoplankton/algae ini juga dapat menyebar dengan jauh oleh angin, arus, dan badai. Sehingga, kejadian red tide ini dapat berpindah-pindah lokasi jika ada angin dan badai yang berhembus, ataupun arus yang membawanya. Selain itu, beberapa faktor yang mempengaruhi fenomena red tide yaitu termasuk suhu permukaan laut yang hangat, salinitas rendah, kandungan gizi yang tinggi, dan laut yang tenang. Seperti yang dijelaskan pada paragraf pertama bahwa suhu permukaan laut yang hangat akibat sinar matahari, serta kandungan gizi dan nutrisi yang melimpah di perairan dapat menyebabkan fitoplankton berkembang dengan pesat.
Kasus red tide telah banyak dilaporkan di Indonesia, misalnya yang terjadi di muara-muara sungai Teluk Jakarta tahun 1992, 1994, 1997, 2004, 2005, 2006; Ambon tahun 1994 dan 1997; perairan Cirebon-Indramayu tahun 2006 dan 2007, Selat Bali dan muara sungai di perairan pantai Bali Timur tahun 1994, 1998, 2003, 2007; Nusa Tenggara Timur tahun 1983, 1985, 1989. Meski kerap terjadi, inventarisasi terjadinya red tide di Indonesia sampai saat ini masih belum terdata dengan baik, termasuk kerugian yang dialami. Namun secara umum, kerugian secara ekonomi akibat dari red tide ini adalah tangkapan nelayan yang menurun drastis, gagal panen para petambak udang dan bandeng, serta berkurangnya wisatawan karena pantai menjadi kotor dan bau oleh bangkai ikan. Disamping itu, dengan adanya kejadian red tide ini juga dapat menyebabkan kematian massal biota laut dan perubahan struktur komunitas ekosistem perairan. Mungkin kurangnya pendataan red tide ini disebabkan oleh kejadiannya yang hanya dalam waktu singkat, kadang kala tidak sampai dua hari.
Dalam rangka menanggulangi red tide sebagai bencana, beberapa lembaga Pemerintah dan institusi pendidikan yang ada di Indonesia telah melakukan penelitian. Beberapa lembaga dan organisasi juga mengadakan seminar-seminar dan forum-forum terbuka seperti forum konsultasi yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat umum dan pihak-pihak terkait lainnya mengenai efek dan pencemaran
lingkungan khususnya yang berdampak terjadinya red tide. Dan nantinya diharapkan keluaran dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga, organisasi, institusi pendidikan, dan pemerintahan yang terkait dalam bidang ini mampu terbuka wacana dan pemahamannya mengenai dampak red tide terhadap produktivitas sumber daya kelautan.
Nontji, Anugerah. 2008. Plankton Laut. Jakarta : LIPI Press.
ijin share
ReplyDelete