KENANGAN INDAH YANG PERIH | INFO INDONESIA

adsterra

TS

KENANGAN INDAH YANG PERIH


Bukan karya siapa – siapa karena cerpen ini saya buat dengan menambahkan sekitar 50 % bagian dari novel “AKATSUKI” dan “BELLAMORE” (huuuufftt,,dasar penulis amatiran, bisanya Cuma nyontek,,mengatai diri sendiri : mode on)
Bisa juga anda katakan ini karangan saya (baca : hasil kerja keras saya menyontek karangan orang) hahahaha :)
Cerita ini hanya fiktif belaka.
Hujan turun laksana berduka. Angin pun berderu penuh amarah. Di balik tirai berukuran 2 x 3 meter itu aku memandang keluar, menerawang hujan dan angin yang saling berlomba menunjukkan kehebatannya. Ahhhh semuanya terasa terputar kembali.
****
Aku berlari menerobos hujan deras dengan seragam lengkap. Seragam putih abu – abu baruku. Hari ini hari pertama aku bersekolah di SMA favorit pilihanku. Dengan tergesa – gesa aku segera memasuki halaman sekolah tempat di mana kami siswa baru harusnya berkumpul. Tapi apa yang ku dapat,,tidak ada manusia sama sekali. Aku heran, apa mungkin aku yang salah hari. Untuk memastikannya aku segera bergegas menuju papan pengumuman. Ah, ternyata memang benar, ada perubahan jadwal. Ini semua gara – gara aku tidak hadir sewaktu pembagian seragam pemberian sekolah. Padahal kami diharuskan datang tepat waktu.
Dengan langkah berat aku meninggalkan sekolah, tanpa sadar seseorang menyapaku dibalik pintu gerbang. “Salah hari juga yach” katanya datar. Aku pun tersentak kaget sambil beristighfar aku memandangnya. “Iya, aku salah hari” Jawabku dengan wajah tegang karena ketakutan. Ditambah lagi hujan masih turun dengan derasnya. “Kalau begitu kita sama” Ungkapnya masih dengan nada datar. Masih ada juga orang yang langka nan aneh seperti dia di dunia ini, batinku dalam hati. Hujan tak juga reda, aku pun berniat berlari menerobos hujan. Tiba – tiba ia mengulurkan tangannya padaku “Perkenalkan, namaku Muhammad Zaky Alam. Kamu bisa panggil aku Zaky” Ungkapnya dengan nada yang lebih ramah dari sebelumnya. “Aku Meyda Nur Aulia, biasa dipanggil Meyda” jawabku tak kalah ramahnya. Hening. Setelah perkenalan itu, semuanya jadi hening hingga hujan reda aku pun pamit pulang setelah mengurungkan niatku awalnya yang ingin berlari menorobos hujan. Itulah awal perkenalanku dengannya. Muhammad Zaky Alam.
Hari berganti minggu, minggu berarti bulan. Genap enam bulan sudah aku sekelas dengan Zaky. Yach, setelah pertemuan pertamaku dengannya, kami ternyata ditempatkan satu kelas. Hubunganku dengannya sama dengan teman sekelasku yang lain. Tapi perasaanku padanya mungkin agak berbeda. Bagiku, dia tidak sama dengan laki-laki yang lainnya. Dia alim, baik hati, sopan dan ramah. Namun, aku tak berani mengungkapkannya, jadi cukup dengan memendamnya dalam hati. Di tambah lagi, aku pernah membaca kata – kata kiriman temanku di facebook bahwa “Jika belum siap melangkah lebih serius, cukup cintai ia dalam diam”. Sekarang aku harus konsentrasi bersekolah demi mengejar cita – cita.
3 tahun sudah kami menuntut ilmu di SMA, 3 tahun sudah aku sekelas dengannya, 3 tahun pula aku memendam rasa itu. Sulit memang, tapi sekolah menjadi prioritas utamaku, disamping itu prinsip yang ku pegang sejak aku mengerti apa itu hubungan dalam islam membuatku tidak memiliki niat sama sekali untuk mengungkapkannya. Meskipun aku yakin hanya bertepuk sebelah tangan. Karena ternyata di tahun akhir kami sekolah aku baru mengetahui kalau dia menyimpan rasa pada sahabatku. Yach sahabat karibku. Tragis memang. Tapi itulah kenyataannya.
Tiap kali kami berbincang, tak pernah sekalipun dia tak menyebut namanya. Aku mengerti itu. Dan karena pengertian itu, dia selalu meminta saran – saran dariku untuk mendekatinya. Sebagai sahabat yang baik, dan sebagai perempuan yang ingin melihat lelaki yang disayanginya bahagia, aku rela mendengar curahan hatinya meskipun sakit dalam hati ini tak kunjung sembuh. Pernah suatu kali saat kami selesai shalat berjamaah sepulang sekolah dia menceritakan padaku kalau rasa itu sudah tidak bisa ia kendalikan. Dia pun berniat mengungkapkannya, meskipun dia memiliki pandangan yang sama denganku tentang menjalin hubungan dalam islam. Hatiku teriris, kali ini tidak ada kata yang mampu kuucapkan karena tangis yang terbendung mencekik leherku. Hanya anggukan itu yang sanggup ku lakukan sebagai tanda setujuku akan niatnya.
Hari berlalu, sejak peristiwa di Mushallah itu. Aku tak tahu bagaimana kabar hubungannya dengan sahabatku itu. Meskipun aku dianggap sahabatnya, dia termasuk tipe yang tertutup. Tidak semua hal diungkapkannya padaku. Begitupula dengan Zaky, dia tidak pernah membahasnya lagi. Aku pun sudah tak ingin mengurusnya lagi, meskipun rasa untuknya itu masih tetap bersemayam dalam hati. Tapi satu kenyataan yang membuat sakit ini tak akan pernah sembuh, hubungan Zaky dengannya lebih akrab dari sebelumnya. Mungkin saja mereka menjalin hubungan tanpa status. Atau apalah namanya.
Ujian semakin dekat, rasa itu pun semakin membara. Disetiap sujudku selalu terbayang wajahnya. Disetiap bunga tidurku selalu hadir raganya. Dan disetiap lantunan ayat yang ku baca selalu ada bayangnya. Hari-hari yang ku lalui pun semakin sulit. Yang masih terbayang dalam benakku ketika aku dengan jelas melihatnya menatap sahabatku dengan penuh rasa sayang dan di balas pula oleh sahabatku tak kalah penuhnya rasa sayangnya. Entah apa yang membuatku sangat sakit dari sebelumnya, aku berlari menuju tempat yang tersembunyi, menangis tersedu – sedu, menelungkupkan wajahku di antara kedua lenganku. Tiba – tiba tangan itu menyentuh kepalaku, tangan seorang teman lelaki sekelasku yang ternyata selama ini memperhatikanku dan mengerti luka hatiku. Perhatiannya padaku bukan karena dia menyukaiku, tapi memang karena wataknya yang penyayang terhadap orang – orang terdekatnya, tak terkecuali aku. “Sabarlah Mey, aku tahu perihnya hatimu meski kau tak pernah cerita padaku, aku yakin suatu saat nanti, Zaky akan tahu seberapa besar kasih dan sayang tulusmu itu untuknya. Dan di saat dia tahu dia akan menyadari yang terbaik untuknya” Katanya menghiburku. “Aku tak pernah berharap Zaky tahu perasaanku, aku pun tak pernah berharap dia bisa menjadi milikku, tapi setidaknya bisakah aku berharap bukan sahabatku yang jadi pilihan hatinya. Aku belum bisa mengikhlaskannya, kenapa harus sahabatku? Tanyaku kepada diri sendiri. “Kamu harus kuat Mey, kamu bukan Mey yang ku kenal, selama ini aku selalu memperhatikanmu, kamu sabar dan tegar menghadapi semuanya. Kamu bersedia menjadi tempat curahan hatinya, kamu bersedia menjadi penengahnya, tapi kenapa kali ini kamu mengeluh. Lakukanlah yang terbaik Mey”. “Setiap manusia punya batas kesabaran, kali ini kesabaranku sudah habis dan aku tak bisa melakukan apa – apa selain mencurahkannya lewat air mata, mungkin hanya sampai disini yang bisa aku lakukan. Aku pun selalu berharap dan mendo’akan yang terbaik untuknya. Terima kasih sudah mau menghiburku, aku harap Cuma kamu yang mengetahui semua ini. Dan aku percaya padamu” Jawabku dengan sesenggukan berurai air mata. Lagu Aku Sakitnya Wali yang ku dengar dari seberang jalan, menambah sakitnya hatiku. Namun, aku yakin bisa melalui semuanya, karena masih ada satu tujuan utamaku dalam hidup yang belum tercapai yakni menggapai cita – cita demi membahagiakan orang tua. Aku tidak ingin Cuma karena permasalahan ini semuanya jadi hancur.
Pengumuman kelulusan pun tiba. Alhamdulillah aku mendapatkan nilai yang memuaskan. Tidak sia – sia perjuanganku selama 3 tahun menuntut ilmu dan bersaing di sekolah favorit ini. Segera ku langkahkan kakiku menuju masa depan cerah yang menantiku. Serasa tertimpa durian runtuh, sepulang sekolah aku menerima surat dari universitas tempatku mendaftar, aku dinyatakan lulus. Alhamdulillah, hari ini sungguh hari bahagiaku. Tak henti – hentinya kuucapkan puji syukur pada-Nya. Acara perpisahan disekolah keesokan harinya pun berjalan lancar dan sukses. Meskipun suasana mengharu biru menyelimuti kami. Hari itu, hari terakhir aku melihatnya. karena setelah hari ini, aku akan pergi jauh menyebrang provinsi demi menuntut ilmu. Dia mengulurkan tangannya padaku dan mengucapkan salam perpisahan untukku. Aku pun kembali teringat saat pertama kali bertemu dengannya. Kubalas uluran tangannya dengan hati yang perih.
****
“Hati – hati yah Mey, jangan lupa ole-olenya” kata Najwa sambil memelukku, seakan aku akan pergi selama sebulan. Najwa adalah teman terdekatku semenjak masa orientasi di kampus dan dia pun mengambil jurusan yang sama denganku perbendaharaan negara. Hari ini aku akan pulang ke kampung setelah 3 tahun tak pernah lagi kembali. Dan aku akan pulang bersama Arsyil. Dia adalah laki – laki yang akan menjadi pendampingku setelah aku lulus kuliah nanti. Tentu saja aku tidak asal menerimanya. Dia adalah laki – laki pilihan pamanku. Lewat pamankulah aku berkenalan dengannya. Arsyil memiliki prinsip yang sama denganku, hal itulah yang menyebabkan aku dan dia tetap bertahan selama 2 tahun terakhir ini. Dan satu hal yang paling penting, dia memiliki karakter yang sama dengan Zaky, orang yang pernah mengisi hatiku selama masa SMA bahkan sampai sekarangpun rasa itu masih ada. Namun takdir berbicara lain, lagipula Arsyil sangat baik mau menerima ku apa adanya. Dia pun sudah tahu mengenai Zaky, dan ia tidak keberatan dengan hal itu. Dalam hubungan kami sangat menjunjung tinggi kejujuran.
Sudah sekitar 15 menit aku menunggunya. Arsyil belum datang juga, padahal pesawat akan take 20 menit lagi. Aku mulai resah. Tiba – tiba hpku berbunyi. Arsyil menelepon, dia sudah berada di Jalan menuju bandara. Aku sudah mulai tenang. 10 menit sebelum take dia datang dengan wajah berseri dengan kacamata yang bertengger di wajahnya. Rambut hitamnya di belah pinggir seperti biasa. Kali ini agak berantakan. Aku memandangi penampilannya yang agak berbeda kali ini. Tidak biasanya. Mengenakan kemeja hitam lengan pendek dan bawahan celana kain hitam yang lebih gelap dari bajunya dan membawa ransel di punggungya. Sambil memasukkan tangannya ke saku celana Arsyil tersenyum padaku. Gaya yang sangat aku suka darinya. Dia adalah lelaki yang akan menjadi imamku nantinya. Dan aku sangat berharap itu. “Kenapa melamun Mayumi?” Katanya mengagetkanku. Dia memanggilku Mayumi karena aku senang dengan kebudayaan Jepang. Katanya nama Mayumi itu nama orang Jepang tidak jauh beda dengan Mey, panggilan teman – temanku di kampus. Kebetulan setiap hari dia menjemputku di kampus. “Ayo berangkat” Kataku sambil berlalu. Dia pun mengikut di belakangku.
Setelah menempuh perjalanan selama 45 menit di pesawat akhirnya kami tiba di bandara Sultan Hasanuddin. Kami pun merental mobil di depan bandara karena barang bawaan yang aku bawa lumayan banyak. Arsyil pun ingin mengendarai mobil berdua denganku, katanya dia ingin menikmati perjalanan pulang ke kampungku. Karena sebentar lagi jika Allah mengijinkan, dia akan tinggal di sini. Itu salah satu syarat yang aku ajukan saat proses ta’aruf di rumah pamanku sekitar 2 tahun yang lalu.
Di tengah perjalanan aku terpaku memandangi seseorang di seberang jalan. Spontan aku menyuruh Arsyil berhenti, setelah beberapa saat memandangi dari balik jendela mobil, akhirnya aku mampu berbicara juga setelah terdiam membisu. “Itu Zaky Syil” Kataku dengan nada bergetar. Air mata ini tak mampu ku bendung. Ini adalah kedua kalinya aku menangis di depan Arsyil hanya karena seorang Zaky. Tanpa pikir panjang Arsyil lalu turun dari kemudi mobil dan berjalan menuju Zaky. Entah apa yang mereka bicarakan. Zaky lalu ikut naik ke mobil.Di dalam mobil, Zaky tidak menyadari kalau aku yang duduk di samping Arsyil. Akhirnya aku memberanikan diri menoleh dan menyapanya. Ia pun kaget melihatku. “Aku sengaja menyuruhmu ikut di mobil kami, karena kata Mayumi, eh maksudku Mey kalian adalah teman semasa SMA. Mungkin ia rindu dengan teman – teman semasa SMAnya jadi aku minta ke kamu untuk ikut dengan kami” Kata Arsyil dengan nada santai seperti tidak terjadi apa – apa. Inilah yang aku suka darinya. Pengertian. “Oh iya, lama juga kami tidak jumpa, semenjak hari perpisahan itu” Kata Zaky tidak kalah santainya. Santai yang di buat – buat.
Dua jam perjalanan ini terasa sangat lama bagiku. Di tambah lagi, lagu Aku Sakitnya Wali di lantunkan oleh radio mobil. Mengingatkanku pada waktu itu. Waktu dimana aku mengalami masa yang paling sulit karena rasa itu. Aku pun memberanikan diri bertanya tentang sahabatku yang pernah mengisi hari – hari Zaky semasa SMA. Ternyata hubungan mereka tidak berlangsung lama setelah hari perpisahan itu, karena menurut Zaky, tidak ada kecocokan di antara mereka berdua. Mereka hanya selalu berbeda pendapat, dan Zaky sudah terlampau lelah untuk terus mengalah. Aku pun tidak lupa untuk memperkenalkan Arsyil sebagai calon pendampingku nantinya. Zaky kelihatan agak shock mendengarnya. Tapi itulah kenyataannya. Ku amati wajahnya yang agak merunduk memikirkan sesuatu lewat kaca spion dalam mobil. Dan.......pandangan kami bertemu.
Mungkin ini adalah pertama kalinya aku dan Zaky menatap lekat – lekat satu sama lain. Banyak yang berubah darinya. Zaky tampak lebih dewasa. Garis wajahnya kelihatan lebih keras dan tegas daripada terakhir kali aku melihatnya. Rambut hitamnya sudah sepanjang tengkuk dan agak berantakan. Hampir sama seperti Arsyil. Helai – helai rambutnya jatuh menutupi dahi. Dan matanya yang menjadi daya tarik utama dari dirinya masih tetap tajam namun mampu memberi tatapan lembut yang meneduhkan. Meski tatapan lembut itu tak pernah dia tunjukkan di hadapanku. Hanya di hadapannya. Sahabatku tercinta, yang entah bagaimana kabarnya sekarang.
“Aku turun di sini saja” Kata Zaky sambil menggandeng tasnya dan bersiap – siap untuk turun. Arsyil menghentikan mobil dan mengucapkan salam perpisahan pada Zaky, ia pun mengundang Zaky untuk hadir di acara pernikahan kami meskipun kurang dari satu tahun lagi. Zaky pun mengiyakan. Tak lupa juga ia mengulurkan tangan kepada Arsyil dan aku sebagai salam perpisahan. Ahh kenapa uluran tangannya untukku kali ini terasa sangat berat. Serasa aku akan bepisah dengannya untuk selama – lamanya. Saat kami bersalaman seperti ada sesuatu yang ingin Zaky sampaikan namun tak mampu ia ungkapkan. Dia pun bergegas turun lalu melambaikan tangan pada kami. “Kebetulan sekali yah Mayumi, kita dipertemukan dengannya. Bagaimana sekarang kamu sudah ikhlas melepasnya. Dan mau menerimaku setulus hatimu. Hatimu hanya untukku, mengerti??” Kata Arsyil sambil menggodaku. Aku sangat tidak enak padanya. Aku mengangguk untuk mengiyakan. Dan anggukanku itu membuatnya tersenyum manis. Tidak lama kemudian kami pun tiba di rumah. Dan orang tuaku menyambut Arsyil dengan sangat bahagia. Ini pertama kalinya mereka bertemu.
****
Hujan belum juga reda, angin pun tak mau berhenti berhembus. Aku pun tersentak dari lamunanku. Lamunan yang membawaku ke peristiwa masa SMA ku hingga pertemuan ku dengan Arsyil saat berkuliah dan pertemuan terakhirku dengan Zaky setahun yang lalu. Kini aku di sini dengan sepucuk surat di tangan. Yang dari tadi masih ku genggam erat karena tak mampu membacanya. Surat ini diberikan oleh seorang teman semasa SMA yang pernah memberiku semangat ketika mengalami keterpurukan karena perih yang kualami. Katanya surat ini diberikan oleh Zaky untukku sebulan yang lalu. Tapi ia tidak sempat menemuiku. Jadi di titipkannya kepada temanku itu. Temanku pun tidak mau memberi tahu alasan Zaky tak bisa menemuiku. Katanya jawabannya ada dalam surat ini. Dan aku harus membacanya sebelum pesta pernikahanku dengan Arsyil yang akan dilaksanakan besok. Aku harus memberanikan diri membacanya untuk mengetahui semuanya. Perlahan ku buka surat itu. Surat dengan amplop yang berwarna hijau. Warna kesukaanku. Ternyata Zaky tak pernah melupakannya.

Dear
Meyda Nur Aulia
Assalamualaikum wr. wb.
Apa kabar hari ini?? Moga – moga kamu dalam keadaan sehat walafiat saat membaca surat ini. Besok kamu akan menikah. Aku turut bahagia Mey. Meskipun agak sakit memang, mengetahui semuanya. Mungkin ini balasan bagiku yang tidak pernah memperdulikan perasaanmu dulu. Kamu pasti heran kenapa aku bisa tahu. Aku sudah tahu semuanya dari orang yang memberikanmu surat ini. Dia sudah menceritakan padaku tentang perasaanmu yang selalu perih setiap kali aku membahas sahabatmu. Aku memang bodoh tidak menyadari semuanya. Aku juga bodoh tidak mau mengakui perasaanku sebenarnya padamu saat hari perpisahan itu. Sebenarnya, aku dan dia tidak pernah ada apa – apa. Aku sadar aku dan dia tidak bisa bersatu. Karena kami sering berbeda pendapat. Dan aku tidak pernah merasa nyaman saat berada di dekatnya seperti saat aku berada di dekatmu. Awalnya aku pikir ketidaknyamananku di dekatnya karena aku grogi. Tapi ternyata memang berbeda saat aku di dekatmu. Dan itu baru aku sadari saat kita sudah harus berpisah. Penyesalan memang selalu datang terlambat. Karena bukan penyesalan namanya kalau datangnya di awal. Hahahah aku berharap kamu senyum membaca surat ini. Jangan ada air mata lagi seperti dulu. JJJ.
Air mataku tak terbendung lagi meskipun ia menyuruhku tertawa. Aku harus lebih berani dan kuat membacanya.

Maaf, kalau aku pernah menyakitimu. Aku tidak pernah menyangka akan menyakitimu semenjak pertemuan kita pertama kali di gerbang sekolah, aku berpikir kamu orang yang ceria dan akan menjadi sahabat yang terbaik yang kumiliki. Maaf, karena aku tidak berani mengakui perasaanku padamu sebelum kamu pergi hari itu, karena aku memang seorang pecundang yang takut di tolak. Padahal aku tahu prinsip kita sama, setidaknya aku mengakui perasaanku. Dan aku sangat menyesal karena kebodohanku. Maaf, karena aku tak bisa menghadiri pernikahanmu, karena aku tak mampu Tak mampu untuk bangun dari pembaringan ini, tak mampu lepas dari lilitan infus ini dan tak mampu melihat kamu bersanding dengannya. Aku di vonis kanker darah stadium 4 dan umurku tinggal 1 minggu lagi. Menakutkan memang. Tapi inilah takdirku. Mungkin ini balasan buatku. Aku terima. Surat ini pun aku tulis dengan susah payah. Tapi aku ingin pergi dengan tenang. Jadi aku harus memberitahumu semuanya. Aku sudah lega saat ini, dan aku pun sudah lelah menulis. Mungkin saat kamu membacanya aku sudah tak ada di dunia ini. Kini aku mengerti mengapa kamu sangat menyukai lagu Love is Punishmentnya K-Will karena lagu itu menceritakan semuanya dan lagu itu yang kini menjadi pengantar tidurku untuk menebus dosaku padamu dengan merasakan penderitaanmu lewat lagu itu. Satu lagi, kumohon jangan menangis karena aku akan melihatmu dari kejauhan dan aku akan sangat menyesal karena tidak bisa menghapus air matamu. Kali ini aku benar – benar lelah Mey. AKU MENYAYANGIMU SEJAK DULU, SEKARANG dan UNTUK SELAMANYA. Maafkan aku. Be Happy with him, Mey. Be Happy for me.
I’m yours always
Muhammad Zaky Alam.
Betulkah kamu menyayangiku Zaky? Jika demikian adanya, ingin rasanya aku berteriak keras atas ketidakadilan bernama cinta ini. Mengapa cinta diperbolehkan hadir dalam hati seseorang jika pada akhirnya hanya akan menimbulkan duka semata?
Aku pun hanya mengangguk kecil dengan berderai air mata bak hujan di luar sana ketika beberapa orang melihatku di dalam kamar dan menanyakan apakah aku baik – baik saja. Bagaimana mungkin dapat kuceritakan kepada mereka gelombang perasaan yang berkecamuk di dadaku saat ini. Aku takkan mungkin dapat menceritakannya pada mereka.
****
Kedua mataku tanpa lelah mencari – cari nama yang tertera pada deretan batu nisan yang berjejeran rapi di pekuburan islam itu. Pohon – pohon yang banyak terdapat di sana seakan mengawasiku dalam kebisuan. Di baris kelima akhirnya aku berhasil menemukan apa yang aku cari.
Aku menarik napas panjang. Ada rasa dingin yang menyusup ke hatiku. Tanganku meraba pelan ukiran nama di batu nisan putih itu. Rasanya seperti terbawa kembali pada masa lalu dari kehidupanku yang lain. Aku dan sosok di bawah batu nisan itu memang tak ditakdirkan bersama.
Ah, Zaky, bisikku dalam hati sambil berusaha menelan kembali rasa pahit yang tiba – tiba memenuhi tenggorokanku.
“Rasanya seperti baru saja menuliskan kata tamat untuk satu babak dalam hidupku” Ujarku pelan sambil memandang nisan di hadapanku.
Diam – diam aku tersenyum di samping Arsyil yang kini telah menjadi imamku. Terima kasih, Ya Allah, bisikku pelan. Hidupku sempurna kini bersama Arsyil, begitu sempurna hingga aku tak mungkin dapat meminta lebih dari apa yang dihidangkan dalam nampan kehidupan bersama nasib itu.
Kesunyian semakin terasa menyelimuti kami. Dalam setiap langkah yang membawaku pergi, dapat kurasakan kedamain yang diberikan tanah pekuburan yang sepi itu, kedamaian yang sama yang aku yakin dirasakan juga oleh para penghuninya yang telah beristirahat dengan tenang di dalamnya.
Aku menoleh ke Nisan Putih berukir nama Muhammad Zaky Alam untuk terakhir kalinya. Dan dengan menguatkan segenap jiwa, aku pun berbisik pelan mengucapkan selamat jalan kepada sosok yang pernah kusayangi dan akan selalu kusayangi dan yang telah memberiku rasa sayang pula lewat suratnya. Teramat indah meski perih untuk ku kenang selamanya.
*THE END *
NB: Demikian kisah ini berakhir. BENAR-BENAR BERAKHIR. :) jangan ditertawain yowww, sumpah nie asli hasil krja krasku nyontek, mskpun g' smua hsl cntekan. yg nulis aja pgen ngakak bca cerpen alay ini *msh bs d sbut crpen g' sih kalo spnjg ini? semi novel kali yah,,hahaha
nie cerpen masa SMA, jd rada-rada gimna gitu. pleaseee jgn ditrtwkan, kalo mau dpn laptop aja yoww, ak jg g' liat kok :)

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "KENANGAN INDAH YANG PERIH"

Post a Comment

btc