Menghidupkan Konstitusi Kepulauan
Oleh : M. Riza Damanik
Assalamualaikum Wr. Wb.
Salam sejahtera untuk kita semua,
“Saudara-saudara sekalian: Buka mata, Buka mata! Buka otak! Buka telinga! Perhatikan, perhatikan keadaan! Perhatikan keadaan dan sedapat mungkin carilah pelajaran dari hal-hal ini semuanya, agar supaya saudara-saudara dapat mempergunakan itu dalam pekerjaan raksasa kita membangun Negara dan Tanah Air!” (Ir. Soekarno, Proklamator)
Saudara-saudaraku pemuda-pemudi yang saya hormati,
Apa yang disampaikan oleh Bung Karno di Semarang, pada tanggal 29 Juli 1956 silam masih terasa relevansinya dengan situasi Keindonesiaan yang kita hadapi saat ini. Disekitar kita, kian mudah ditemui produk pangan impor, termasuk ikan dan garam. Tidak hanya itu, kita juga menyaksikan betapa mudah bangsa kita dilecehkan oleh bangsa lain di lautan. Buka mata! Lebih 2 tahun sudah, kasus pencemaran Laut Timor oleh PTTEP Australasia3 belum juga tuntas. Demikian halnya, dalam kurun waktu 2 tahun terakhir, sedikitnya 100 nelayan Indonesia ditangkap dan diskriminalisasi oleh bangsa lain diperairan tradisionalnya sendiri. Siapa yang dirugikan? Pertama dan yang paling utama adalah harga diri dan martabat bangsa kita. Selanjutnya adalah nelayan tradisional.
Saudara-saudara pemuda-pemudi yang saya hormati,
April 2011 lalu lebih dari 60 persen produk ikan impor asal Cina membanjiri pasar-pasar ikan tradisional kita. Akibatnya, sekitar 95 persen nelayan Indonesia kian terpuruk ekonomi keluarganya. selang beberapa bulan kemudian, lebih dari 62.650 ton garam asal India turut meluluhlantahkan hasil panen petani kita. Disaat yang sama, sekitar 60 persen lahan pertambakan produktif di Provinsi Lampung dikuasai oleh perusahaan asal Thailand. Sekitar tiga ribu hektar kawasan perikanan terpadu di pulau Morotai akan dikelola perusahaan asal Taiwan. Berikutnya, investasi industri garam telah disyaratkan pula pada Australia. Bahkan, baru beberapa waktu lau, kegagalan pemerintah melakukan swasembada beras, telah menjadi alasan dilolodkannya kerjasama “tukar-guling” kekayaan sumberdaya ikan Indonesia dengan beras asal Vietnam. Kerjasama ini, sekaligus “memutihkan” lima belas tahun lebih kejahatan perikanan yang dilakukan kapal-kapal Vietnam di perairan Indonesia. Kondisi ini tidak bisa kita diamkan, karena bangsa ini ditakdirkan sebagai bangsa yang agung dan besar. Lalu, bagaimana kita memulainya?
1. Disampaikan pada Simposium Kepemudaan Perikanan dan Kelautan Nasional (SIMNAS KPK) yang diselenggarkan oleh BEM Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB pada hari Minggu, 18 September 2011, bertempat di Auditorium Sumardi Sastrakusumah, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB Darmaga, Bogor.
2. Sekretaris Jenderal KIARA (Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan) dapat dihubungi melalui website : www.kiara.or.id.
3. Perusahaan minyak asal Thailand yang beroperasi di perairan Australia.
Saudara-saudaraku pemuda-pemudi dari seluruh Tanah Air,
Pada tanggal 16 Juni 2011 lalu, Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 3/PUUVIII/2010 mengenai Putusan Perkara Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil-telah membatalkan aturan pengkaplingan laut (HakPengusahaan Perairan Pesisir/HP3) di seluruh wilayah Kepulauan Republik Indonesia. Gugatan yang diajukan oleh 28 pimpinan organisasi nelayan dan 9 organisasi masyarakat.
0 Response to "SIMPOSIUM KEPEMUDAAN PERIKANAN DAN KELAUTAN NASIONAL"
Post a Comment